Sumber Informasi Seni Dan Budaya Jogja

Senin, 16 Januari 2012

Barang Seni Berubah Menjadi Barang Bisnis


YOGYAKARTA – Selain kerajinan perak, Yogyakarta juga terkenal dengan kerajinan gerabah. Namun dengan perkembangan yang semakin maju, gerabah yang dulunya menjadi barang seni yaitu barang yang tidak ternilai harganya, kini menjadi barang bisnis yang dapat ditawarkan atau diperjual belikan dengan harga yang tinggi.
            “Ini memang barang seni, tapi dengan perkembangan yang ada sekarang ini, hasil dari kerajinan gerabah ini berubah menjadi barang bisnis dan menurut saya seninya itu pun sudah pudar dan lama kelamaan akam hilang,” kata Agung D Nugroho selaku wakil manajer Galeri Kaboel Craft daerah Kasongan.
            Iapun menjelaskan, arti dari seni itu sendiri adalah barang yang tidak ternilai harganya. Contohnya saja, lukisan bisa mencapai satu milyar, apabila diamati dari bahannya seperti cat, kanvas dan lain sebagainya, harganya tidak seberapa dengan dari hasil karyanya. “Barang kerajinan seni gerabah ini juga dapat dikatakan sebagai barang konsumsi, dilihat dari jumlah hasil kerajinannya saja, kita pasti membuatnya tidak sampai sebanyak ini,” jelasnya ketika ditemui siang itu.

Kerajinan Gerabah dari tanah liat yang sudah menjadi barang konsumsi / bisnis




            Namuh, ia mengungkapkan, walaupun kerajinan ini sudah berubah menjadi barang bisnis, nilai kebudayaan pun masih kental. Dalam pembuatan desain atau ukirannya masih menggunakan desain natural-natural lokal artinya untuk desainnya banyak mengambil cerita-cerita sejarah seperti Roro Jonggrang, Tangkuban Perahu dan sejarah budaya lainnya. Selebihnya mengambil dari kebudayaan Cina,  Eropa dan budaya luar lainnya. 

Hasil  seni yang bercampur dengan kebudayaan Cina
            Agung mengatakan, 50 persen masih menggunakan budaya lokal (Indonesia) dan 50 persen menggunakan budaya campuran. Semuanya dituangkan pada kerajinan berbentuk guci-guci besar yang merupakan kekhasan dari galeri ini.
            “Kita sekarang ini istilahnya tidak mau menutup mata, karena semuanya berawal dari kerajinan yang berubah menjadi lahan bisnis itu tadi,” tandasnya. (Jogja art&culture).
(Noni Febrina Saetban / 153080085)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar